83152 v2 Reformasi Guru di Indonesia Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan Ringkasan Eksekutif Mae Chu Chang, Sheldon Shaeffer, Samer Al-Samarrai, Andrew B. Ragatz, Joppe de Ree, dan Ritchie Stevenson Berdasarkan publikasi: Chang, Mae Chu, Sheldon Shaeffer, Samer Al-Samarrai, Andrew B. Ragatz, Joppe de Ree, and Ritchie Stevenson. 2014. Teacher Reform in Indonesia: The Role of Politics and Evidence in Policy Making. Directions in Development. Washington, DC: World Bank. doi: 10.1596/978-0-8213-9829-6. Sektor Pembangunan Manusia Kantor Bank Dunia Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2, Lantai 12 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190 Tel. : 021 - 5299 3000 www.worldbank.org/id/education RINGKASAN EKSEKUTIF Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 1. Pengantar Dengan jumlah guru yang hampir mencapai tiga juta orang, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki tenaga guru terbesar dan paling beragam di dunia. Berkembangnya sistem pendidikan dan semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi guru secara individu maupun profesi guru secara keseluruhan memiliki kepentingan yang sangat besar bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Namun, terlepas dari stabilitas perekonomian dan keuangan yang lebih baik, serta penurunan persentase penduduk yang hidup dalam kemiskinan dari 27 persen pada tahun 1999 menjadi di bawah 16 persen pada tahun 2007, Indonesia tetap memiliki kinerja buruk dibandingkan dengan negara tetangga dalam hal akses terhadap layanan dasar. Secara khusus, kualitas pendidikan telah menjadi perhatian serius. Dalam tes standar TIMSS tahun 2011 dalam bidang matematika, siswa Indonesia kelas 8 berada di peringkat 38 dari 42 negara, dan dalam tes PISA untuk melihat seberapa baik anak usia 15 tahun dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan, Indonesia berada di peringkat di bawah pesaing utamanya di bidang ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang dukungan publik yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan telah mengakibatkan terjadinya revisi dalam Undang-Undang tahun 2003 yang sekarang mewajibkan 20 persen dari anggaran nasional untuk pendidikan. Sebagian besar perhatian telah beralih ke kualitas guru Indonesia: proses pemilihan guru, pelatihan, manajemen, motivasi dan insentif (termasuk imbalan finansial). Pada tahun 2005 masalah kualitas guru diatur dalam Undang-Undang yang komprehensif tentang Guru dan Dosen (UU14/2005). Undang-Undang ini menyiapkan program yang radikal dan menyeluruh untuk mereformasi pengelolaan pendidikan dan proses pembangunan bangsa guna meningkatkan Reformasi Guru di Indonesia   3   4 Ringkasan Eksekutif kualitas guru. Publikasi ini meneliti reformasi yang sedang berlangsung saat ini, dan memusatkan perhatian pada sifat profesi guru sebelum dan sesudah Undang- Undang Guru dan Dosen berlaku. Publikasi ini menganalisis konteks pendidikan dan politik dalam Undang-Undang tersebut, serta struktur, strategi dan proses yang ditimbulkannya, termasuk sistem yang mewajibkan sertifikasi guru yang secara efektif melipatgandakan pendapatan guru yang berhasil mendapatkan sertifikasi ini. Dalam pelaksanaannya, sejumlah faktor politik dan ekonomi telah memutarbalikkan proses reformasi ini, sehingga menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari segi efektivitas hasil. Publikasi ini menelaah dampak kebijakan baru terhadap pengetahuan, keterampilan dan motivasi guru, serta terhadap hasil-hasil belajar siswa. Selain itu, publikasi ini juga mengeksplorasi dampak utama reformasi ini dalam hal pembiayaan sistem dan distribusi guru. Kerangka buku ini menempatkan program reformasi dalam konteks sistem manajemen pendidikan yang komprehensif dan modern. Sistem ini menekankan sifat dasar perekrutan dalam profesi guru, penyelenggaraan mutu pendidikan pra-jabatan, induksi di sekolah, pendampingan, dan program percobaan bagi guru-guru yang baru diangkat; pentingnya sertifikasi formal sebagai patokan kualitas bagi semua guru yang memasuki profesi ini; sifat dasar struktur yang penting untuk memberikan pengembangan profesi guna memastikan perbaikan pengetahuan dan keterampilan guru; serta peran penilaian kinerja guru dalam mengidentifikasi bidang-bidang tertentu yang membuat guru dapat diperbaiki, dimotivasi dan didorong untuk berpartisipasi dalam pengembangan karier yang sedang berlangsung. Dalam hal ini, buku ini memuat banyak hal yang akan menarik perhatian kementerian pendidikan di seluruh dunia, serta lembaga-lembaga pembangunan yang sedang mempertimbangkan reformasi komprehensif yang serupa. Beberapa pelajaran dan rekomendasi yang dapat ditarik dari analisis ini antara lain: • Dampak peningkatan pendapatan guru terhadap peningkatan status profesi pengajaran dan minat siswa-siswa yang memiliki kualitas yang lebih baik untuk mengikuti pendidikan guru; • Dampak yang relatif kecil yang ditimbulkan oleh sertifikasi guru, sebagai per- syaratan minimum untuk menjadi tenaga pengajar, terhadap peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran siswa; • Pentingnya memiliki kerangka penjaminan mutu serta proses untuk mengum- pulkan data dan mengevaluasi efektivitas perubahan kebijakan yang tersedia sejak awal proses reformasi; • Kompromi yang signifikan dalam hal keuangan pada sektor pendidikan yang dibutuhkan untuk menyerap biaya besar yang ditimbulkan oleh reformasi ini, khususnya gaji guru. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 5 2. Indonesia Sebagai Studi Kasus untuk Reformasi Guru yang Komprehensif Memasuki milenium baru, sistem pendidikan di Indonesia mulai berkembang lebih pesat. Untuk mengatasinya, pengelolaan sistem pendidikan nasional didesentralisasikan ke lebih dari 400 kabupaten/kota yang tidak disiapkan dengan baik untuk mengemban tugas tersebut. Guru menghadapi tantangan yang lebih besar dalam menangani kurikulum dan metodologi ketika dukungan yang efektif yang dapat diperoleh dari dinas pendidikan kabupaten/kota baru hanya sedikit. Selain itu, status profesi guru dianggap lebih rendah dibandingkan dengan profesi lainnya di Indonesia. Guru memiliki kualifikasi yang relatif rendah, dan bahkan banyak guru yang tidak memperoleh pelatihan guru yang memadai. Pada tahun 2005, lebih dari 60 persen dari jumlah semua guru tidak memiliki gelar sarjana strata satu sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen yang baru. Pada kenyataannya, sekitar 25 persen guru gagal melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah SMA. Gaji dan insentif guru rendah. Pada tahun 2008, gaji awal guru SD atau SMP adalah sekitar 40 persen dari pendapatan per kapita rata-rata nasional. Secara umum, guru menunjukkan kompetensi yang rendah pada berbagai tes tentang materi pelajaran. Dalam sebuah studi yang dituntaskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2004, sebagian besar pelamar profesi guru menunjukkan penguasaan materi yang buruk dengan skor rata-rata 34 jawaban yang benar dari 90 pertanyaan yang diajukan dalam tes. Situasi ini melemahkan motivasi guru, dan hal ini tercermin melalui tingkat ketidakhadiran guru yang tinggi dan meningkatnya jumlah guru yang memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini mengurangi waktu tatap muka guru dengan siswa dan berdampak pada prestasi siswa. Di tingkat manajemen, Indonesia juga menghadapi masalah yang serius terkait dengan kelebihan jumlah dan distribusi guru. Sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa hanya 53 persen mahasiswa yang lulus dari lembaga pendidikan guru dapat diangkat sebagai guru. Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2005 dengan menggunakan rumus hak kepegawaian yang ada menunjukkan bahwa 55 persen dari jumlah sekolah dasar yang ada kelebihan tenaga guru dan sebanyak 34 persen kekurangan guru. Dengan demikian, walaupun ada kelebihan jumlah guru pada tahun 2004, misalnya, sejumlah besar sekolah tidak memiliki cukup guru. Hal ini diperburuk oleh fakta bahwa banyak guru di daerah perdesaan dan terpencil yang cenderung memiliki pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan guru-guru di daerah perkotaan (Gambar 1). Sehingga mungkin saja distribusi guru sebelum reformasi berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa di daerah perdesaan dan terpencil. Dengan demikian tidak mengherankan apabila kelemahan guru-guru di Indonesia yang utama dan mutlak berkaitan dengan rendahnya hasil-hasil belajar siswa, khususnya berdasarkan pengukuran dengan menggunakan tes komparatif internasional. Reformasi Guru di Indonesia 6 Ringkasan Eksekutif Gambar 1: Tingkat pendidikan guru sekolah dasar di Indonesia 2005 a. Status Gelar 100 90 80 70 Persentase guru 60 50 40 30 20 10 0 Di bawah sarjana Di bawah diploma 2 b. Lama Pendidikan 2.5 2.0 1.5 Tahun 1.0 0.5 0 Waktu rata-rata yang dihabiskan untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA Daerah Terpencil Daerah Perdesaan Daerah Perkotaan Kombinasi faktor-faktor tersebut menggiring para pembuat kebijakan untuk menaikkan gaji guru dengan jumlah yang cukup besar melalui pemberian tunjangan profesi. Tunjangan ini diberikan apabila kualifikasi guru mengalami perbaikan dari segi pengetahuan tentang mata pelajaran dan keterampilan pedagogis baru yang dibutuhkan untuk menghasilkan prestasi siswa yang lebih baik. Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005 menggunakan instrumen sertifikasi untuk memastikan kombinasi ini ditegaskan dalam sistem. Imbalan bagi guru-guru yang sudah aktif mengajar maupun dalam masa pra-jabatan yang menerapkan praktik-praktik baru tersebut akan menjadi tunjangan profesi. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 7 Namun, perubahan ini tidak dapat dimulai sampai struktur dan praktik- praktik baru tersebut telah siap dan tersedia, serta disampaikan kepada guru-guru di sekolah dan dosen-dosen di perguruan tinggi. Undang-Undang Guru dan Dosen dan berbagai peraturannya mulai menyiapkan skenario untuk menghadapi perubahan tersebut. Prosedur dan peraturan yang mendukung perubahan tersebut dikembangkan dalam konteks keuangan dan politik yang memerlukan negosiasi antara berbagai pihak dan modifikasi praktik-praktik yang dilakukan saat ini. Konteks Politik Undang-Undang Guru dan Dosen Dalam menyediakan paket reformasi yang ditetapkan dengan jelas dan komprehensif, Undang-Undang Guru dan Dosen membentuk agenda yang ambisius guna memperbaiki sistem pendidikan nasional. Agenda ini muncul pada saat yang kritis dalam pembangunan pendidikan Indonesia dan berdampak terhadap berbagai lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas guru: universitas dan perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan pra-jabatan guru; pemerintah kabupaten dan provinsi yang terlibat dalam penyediaan layanan penunjang dan standar pemantauan; kepemimpinan yang terdapat di sekolah-sekolah untuk mengevaluasi kerja guru dan menjamin bahwa perbaikan kemampuan profesional mereka secara berkelanjutan menjadi bagian kegiatan operasional sekolah sehari-hari; organisasi- organisasi profesi guru yang menciptakan budaya pertumbuhan dan perbaikan untuk semua guru; serta orang tua dan organisasi kemasyarakatan yang memastikan pemberian umpan balik yang konstruktif terhadap hasil kerja sekolah dan guru. Semua lembaga ini memiliki tugas baru yang harus dilaksanakan sebagai akibat dari Undang-Undang Guru dan Dosen ini, dan ada konsensus penting untuk mengadopsi tujuan bersama terkait dengan kualitas guru dan perbaikan hasil-hasil belajar siswa. Suatu direktorat jenderal baru untuk peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan (PMPTK) dibentuk untuk mengawasi mutu guru, dan direktorat ini mulai mengawali dan mengkoordinasikan kewajiban yang ditetapkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen. Namun, perbedaan visi beberapa pemain dalam sistem membuat pelaksanaan sistem ini sulit sejak awal. Rencana awal untuk melakukan penilaian dasar bagi sertifikasi untuk semua guru, berdasarkan tes materi pelajaran maupun observasi dalam kelas digantikan oleh penilaian berdasarkan portofolio guru yang lebih sederhana tentang pendidikan dan rencana pelajaran. Ketika dinilai oleh perguruan tinggi terpilih, hampir semua guru lolos pada usaha yang pertama. Kantor dinas pendidikan kabupaten yang baru saja terdesentralisasi cenderung menyusun aturan dan memilih kandidat berdasarkan pandangan mereka sendiri alih-alih mengikuti pedoman yang ditentukan secara nasional. Bahkan ada laporan mengenai beberapa materi portofolio yang fiktif atau dipalsukan. Karena nilai pendekatan portofolio dan efektivitas pelatihan 90 jam yang diberikan bagi guru-guru yang belum lolos sertifikasi dipertanyakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengganti proses tersebut dengan uji kompetensi dengan batas Reformasi Guru di Indonesia 8 Ringkasan Eksekutif nilai kelulusan 30 persen pada tahun 2012. Namun setelah itu Direktorat Jenderal yang bersangkutan (PMPTK) direstrukturisasi dan banyak pejabat fungsionalnya yang dipindahkan ke bagian lain. Namun demikian, terlepas dari masalah-masalah operasional yang terjadi sebelumnya, struktur keseluruhan Undang-Undang Guru dan Dosen yang diwujudkan pada tahun 2005 telah menjadi langkah besar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Target mensertifikasi 2,7 juta guru di Indonesia pada tahun 2015 berjalan dengan baik. Lembaga-lembaga yang mencetuskan dan unsur-unsur Undang-Undang tersebut telah menciptakan dampak yang signifikan terhadap standar pendidikan dan struktur manajemennya. Meskipun sejumlah hambatan muncul sehingga menunda atau menghalangi pelaksanaan bagian- bagian reformasi, hal ini dipahami dengan baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan berbagai langkah sedang dilakukan untuk mengatasinya. Undang-Undang itu sendiri tidak diragukan lagi memiliki dampak yang sangat besar dan komprehensif terhadap pendidikan di Indonesia, dan pemeliharaan kekuatan Undang-Undang ini demi perbaikan pendidikan niscaya akan tergantung pada kemampuan pemerintah selanjutnya untuk mempertahankan momentum ini. Upaya-upaya tanpa henti untuk meningkatkan kualitas guru melalui melalui serangkaian strategi yang saling berkaitan, serta konteks politik dan keuangan yang terus berubah telah berlanjut. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 9 3. Guru Sebagai Dasar yang Menentukan Kualitas Pendidikan Pada tahun-tahun awal ekspansi sistem pendidikan Indonesia secara besar- besaran, sebagian besar perhatian tertuju pada masukan kuantitatif, seperti jumlah sekolah dan ruang kelas, jumlah buku dan guru yang mengarah pada tingkat partisipasi dan pencapaian angka kelulusan yang lebih tinggi. Selanjutnya fokus ini bergeser pada pelatihan guru, sifat dasar proses belajar-mengajar dan kurikulum yang disampaikan. Demikian pula halnya dengan kesehatan anak, motivasi belajar dan kesiapan untuk sekolah yang menjadi hal penting. Pada gilirannya, iklim sekolah atau lingkungan belajar menjadi lebih penting dengan penekanan pada sekolah sebagai tempat perlindungan bagi anak-anak dan bukan sebagai tempat yang memiliki kebersihan yang buruk dan fasilitas yang tidak sehat, hukuman fisik, intimidasi dari sesama siswa dan ketidakacuhan guru. Peran sekolah dalam masyarakat juga menjadi penting, karena sekolah memperbaiki pengajaran melalui petumbuhan kemitraan kolaboratif antara staf sekolah, orang tua dan masyarakat. Namun, selama periode ini, peran guru dalam memberikan pendidikan yang berkualitas baik menjadi semakin penting. Seringkali dalam konteks manajemen berbasis sekolah yang semakin kuat, guru yang menggunakan teknik belajar- mengajar yang berpusat pada siswa aktif dalam menyampaikan kurikulum yang relevan, harus meningkatkan dukungan masyarakat untuk sekolah. Setiap sistem pendidikan sangat tergantung pada berbagai unsur untuk membentuk guru agar dapat menyampaikan pendidikan yang bermutu. Unsur-unsur ini dibatasi oleh konteks keuangan dan politik dalam sistem yang meletakkan batasan-batasan tentang bagaimana unsur-unsur ini dapat beroperasi (Gambar 2). Gambar 2: Kerangka konseptual untuk pendidikan yang bermutu sial nan s fi tek n Ko Sertifikasi Induksi, Pendampingan Pengembangan Percobaan profesi berkelanjutan ang tinggi id y ur Pendidikan m ian Pra apa Jabatan Penilaian Penc guru dan pengembangan karier Perekrutan Guru profesional yang berkualitas k liti baik po ks te n Ko Reformasi Guru di Indonesia 10 Ringkasan Eksekutif Sistem praktik terbaik sudah menggunakan strategi perekrutan yang efektif guna menarik minat siswa-siswa yang pandai agar memilih profesi sebagai tenaga pengajar. Pendapatan yang lebih tinggi dan kompetitif dengan profesi lain sudah menunjukkan pengaruhnya dalam konteks Indonesia, dan proses seleksi yang lebih ketat telah diagendakan. Jalur karier yang lebih jelas dengan kemungkinan kenaikan pangkat berdasarkan prestasi juga akan meningkatkan potensi profesionalisme yang lebih besar dalam pengajaran. Setelah terpilih, sifat dan kualitas pendidikan guru pra-jabatan berdasarkan kompetensi guru yang ditetapkan menjadi hal yang penting. Peningkatan persyaratan pendidikan sampai jenjang strata satu bagi semua calon guru merupakan kunci pengembangan profesi guru di Indonesia. Lamanya praktik mengajar dalam ruang kelas secara profesional saat ini juga menjadi persyaratan wajib dalam reformasi guru. Setelah persiapan pra-jabatan, sistem pendidikan yang baik juga menawarkan program induksi, pendampingan, dan masa percobaan bagi guru baru untuk mendukung peralihan mereka ke tempat kerja. Proses ini sekarang diterapkan di Indonesia. Hal ini dipandang perlu untuk membina praktik profesional yang baik dan kerja sama tim, serta mengembangkan akuntabilitas terhadap kepala sekolah dan pengawas sekolah atau inspektur, dan juga kepada orang tua dan masyarakat. Kebanyakan sistem sekolah mengharuskan guru untuk mendapatkan sertifikasi dalam rangka mendapatkan pekerjaan. Di Indonesia proses ini dibuat oleh Undang-Undang Guru dan Dosen, serta merupakan pengakuan resmi bahwa guru tersebut telah mencapai standar yang diakui oleh otoritas pendidikan. Selain itu proses ini merupakan bukti kompetensi guru dalam hal pengetahuan yang berkaitan dengan materi pelajaran dan metodologi pengajaran. Selain pengalaman kerja di awal karier, hal lain yang akan terus berlanjut sepanjang karier seorang guru adalah pengembangan profesi yang lebih terfokus dan berkelanjutan (atau pelatihan selama bertugas). Pengetahuan tentang materi baru dan terbaru, kurikulum dan buku pelajaran harus dikuasai; keterampilan yang sudah dimiliki dan keterampilan yang baru diperoleh dalam konteks pengajaran baru harus disempurnakan; dan tantangan baru yang dihadapi guru harus diatasi. Dalam sistem yang besar, seperti sistem yang berlaku di Indonesia, guru yang bekerja bersama-sama dalam kelompok sekolah di tingkat lokal dapat menjadi komunitas belajar murni. Hal ini telah dikaitkan dengan kualifikasi jangka panjang dan penghargaan dalam bentuk angka kredit dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Di Indonesia penilaian guru dan pengembangan karier juga dimasukkan sebagai komponen penting dalam pengembangan profesi yang berlangsung terus menerus. Penilaian ini biasanya mempertimbangkan aspek kompetensi profesional di sekolah, seperti pengetahuan tentang mata pelajaran, pedagogis dan tugas-tugas di lingkungan sekolah. Kepala sekolah akan bekerja sama dengan guru dalam hal tujuan individu dan indikator kinerja, dan kemudian Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 11 akan meninjau kemajuan serta membuat keputusan mengenai kekuatan dan kelemahan hasil kerja guru untuk pengembangan di masa depan dan kenaikan pangkat. Reformasi guru yang semakin meningkat berfokus pada bagaimana proses pengajaran berlangsung dalam kelas, termasuk fokus pada pembelajaran yang terus menerus, gigih, dan masuk akal, pembentukan budaya yang kuat dalam pendidikan guru, penelitian, kerja sama, pendampingan, umpan balik dan pengembangan profesi yang berkelanjutan. Tentu saja reformasi harus menyeluruh alih-alih sedikit demi sedikit. Strategi di masa depan yang terbaik bagi peningkatan kualitas guru harus ditemukan dalam reformasi sekolah secara keseluruhan bersama semua guru, pimpinan sekolah, persatuan orang tua siswa dan guru, serta masyarakat secara keseluruhan yang terlibat dalam proses tersebut. Reformasi Guru di Indonesia 12 Ringkasan Eksekutif 4. Reformasi Menyeluruh terhadap Lembaga, Mekanisme, Strategi dan Proses Upaya-upaya yang telah dilakukan di Indonesia pada masa lampau untuk menangani masalah kualitas guru memiliki dampak terbatas, sebagian karena upaya-upaya tersebut telah disusun dan dilaksanakan secara bertahap. Kenaikan gaji, persyaratan pendidikan yang lebih tinggi, kursus pengembangan profesi, peluang kenaikan pangkat, dan strategi lainnya hanya memberikan dampak terbatas dalam diri mereka sendiri. Hanya Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005, yang menekankan pada sertifikasi semua guru, yang telah berusaha secara komprehensif untuk menangani masalah peningkatan kualitas guru dengan menghubungkan berbagai strategi dengan insentif yang kuat yang berasal dari peningkatan pendapatan yang signifikan. Undang-Undang ini telah mengakibatkan terjadinya periode perubahan mendasar. Dalam periode ini seluruh kegiatan pengajaran tunduk pada aturan baru dan peraturan yang mengatur kondisi guru yang menetapkan persyaratan manajemen bagi guru baru dan insentif baru untuk diterapkan. Pengembangan dan penerapan standar yang disepakati Pembentukan Dewan Standar Pendidikan Nasional pada bulan Mei 2004 menyediakan landasan yang kokoh bagi proses reformasi. Pekerjaan dewan ini adalah membangun, memantau, dan mengevaluasi standar dalam delapan bidang: kompetensi lulusan, isi pelajaran, proses pendidikan, tenaga pengajar dan pelatihan, sarana dan infrastruktur, manajemen, pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan. Standar dan indikator bagi lulusan pendidikan guru didasarkan pada empat kompetensi inti (profesi, pedagogis, kepribadian dan sosial) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Kompetensi ini sekarang mendukung instrumen yang digunakan dalam sertifikasi guru; program pelatihan di tingkat universitas yang dirancang ulang; persyaratan akreditasi universitas; uji kompetensi; pernyataan tugas untuk pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru; instrumen penilaian kinerja; dan unsur penting lainnya dalam reformasi. Instrumen- instrumen tersebut membentuk satu kesatuan tujuan bagi reformasi dan memastikan bahwa program pelatihan baru ini dirancang untuk lebih memenuhi praktik terbaik berskala internasional. Standar ini dikembangkan melalui pengumpulan data yang berkaitan dengan praktik terbaik di tingkat nasional dan internasional, pengumpulan pendapat akademis dan praktisi secara induktif, dan uji coba rancangan materi dalam forum publik yang lebih luas untuk memastikan bahwa standar yang akhirnya diterapkan mencerminkan praktik pada tingkat tertinggi. Setelah dirampungkan, standar yang dikembangkan ini diamanatkan dan sekarang menjadi cetak biru untuk meningkatkan kualitas guru. Dampak terhadap lembaga pelatihan guru pra-jabatan Persyaratan gelar sarjana strata satu dan praktik mengajar di dalam kelas dalam waktu yang signifikan untuk semua guru memerlukan revisi yang signifikan terhadap program yang ada, dan penggabungan kompetensi tambahan Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 13 sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen. Sumber daya tambahan dibutuhkan untuk melayani sejumlah besar peserta yang mengikuti pelatihan guru dalam waktu yang lebih lama. Reformasi dalam kurikulum pelatihan telah menantang universitas dan lembaga pelatihan lainnya untuk: • Menambah waktu pelatihan untuk praktik pengajaran di kelas, dengan pembi- naan dan pendampingan oleh dosen dan, secara berkala, dengan guru kelas yang berpengalaman; • Memberikan pengalaman berbasis sekolah yang lebih luas, observasi, bimbing- an, pendampingan dalam kelompok kecil, penelitian tindakan berbasis seko- lah, dan kerja sama selama periode induksi; • Memperluas kerja sama sekolah-universitas melalui praktik pengajaran mikro yang lebih sering di kampus untuk menunjukkan praktik-praktik terbaik; • Lebih banyak memanfaatkan guru-guru dengan keahlian mengajar di kelas untuk mengawasi calon-calon guru, membantu pelatihan mengajar dalam pro- gram pra-jabatan di universitas, serta bekerja sama dalam penelitian tindakan dengan fakultas di universitas; • Melakukan investasi dalam infrastruktur universitas yang lebih tepat untuk laboratorium ilmu pengetahuan dan bahasa, pusat-pusat pengembangan kuri- kulum dan perpustakaan, serta teknologi pengajaran, termasuk koneksi internet. Persyaratan baru untuk pendidikan pasca sarjana profesi guru Undang-Undang Guru dan Dosen mensyaratkan pengenalan terhadap kualifikasi profesi baru (pedagogis) yang akan dilakukan setelah calon guru menyelesaikan pendidikan sarjana strata satu. Pengalaman di tingkat internasional menunjukkan bahwa fokus pendidikan pascasarjana di bidang pengajaran juga akan memungkinkan mahasiswa memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk memasuki dunia pengajaran. Dengan menyediakan program studi pendidikan profesi guru di bidang pengajaran mata pelajaran tertentu sebagai “tambahan” untuk pendidikan sarjana strata satu, universitas dapat meningkatkan pilihan yang tersedia bagi lulusannya yang mungkin mencari perubahan karier di masa depan. Hal ini juga dapat memungkinkan para profesional yang berpengalaman di bidang lain yang memiliki keahlian pada mata pelajaran tertentu untuk beralih profesi menjadi pengajar dengan mengikuti pelatihan profesi guru. Di Indonesia, program studi pascasarjana di bidang studi profesi dan praktik pengajaran di kelas harus diikuti oleh semua guru yang ingin mendapatkan sertifikasi. Program studi ini berlangsung selama satu tahun untuk guru sekolah menengah dan enam bulan untuk guru sekolah dasar. Adanya insentif berupa tunjangan profesi menimbulkan persaingan ketat untuk memperebutkan tempat yang terbatas dalam program studi ini. Seleksi untuk mengikuti program studi ini akan dilakukan melalui tes yang ketat. Namun, dengan menyelesaikan pendidikan Reformasi Guru di Indonesia 14 Ringkasan Eksekutif sarjana strata satu di bidang pendidikan, tes ini dari awal tidak efektif untuk mengontrol jumlah sarjana yang memasuki profesi kependidikan, dan dengan demikian hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya guru oleh lembaga pendidikan guru. Prioritas untuk mengikuti program studi profesi pascasarjana telah diberikan kepada para guru yang siap untuk menerima penugasan di sekolah yang terletak di daerah terpencil, di wilayah perbatasan, atau daerah perdesaan. Setelah mereka kembali dari tugasnya, mereka akan mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan pendidikan profesi pascasarjana dan kemudian dapat segera mengikuti sertifikasi. Ini merupakan strategi yang berguna untuk memastikan distribusi guru yang lebih adil. Induksi, pendampingan, dan kebijakan baru tentang masa percobaan untuk semua guru baru Sebuah reformasi penting yang muncul dari Undang-Undang Guru dan Dosen adalah pengembangan program induksi berbasis sekolah (atau berbasis kelompok kerja lokal) bagi guru baru. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengaitkan program induksi bagi guru baru dan laporan sekolah tentang penilaian kelas dengan proses sertifikasi dan penyelesaian masa percobaan. Kebijakan ini bertujuan untuk menunda sertifikasi sampai masa percobaan guru selesai. Hal ini akan memungkinkan laporan kepala sekolah dimasukkan ke dalam proses sertifikasi dan menjadi bagian untuk menentukan sertifikasi. Hal ini juga memberikan keseimbangan yang lebih baik antara pandangan universitas yang lebih akademis dan pandangan sekolah tentang kemampuan keseluruhan calon guru di kelas dengan beban mengajar penuh. Peraturan induksi guru mengakui bahwa guru baru membutuhkan pengawasan lebih dekat, pendampingan dan bimbingan di tempat kerja agar berhasil melewati transisi dari pendidikan di universitas ke pengajaran di sekolah. Telah diakui cara terbaik untuk menyampaikan program induksi dan percobaan tersebut adalah melalui kepala sekolah dan harus menentukan peran kepemimpinan mengajar mereka yang sebenarnya di sekolah. Melanjutkan pengembangan profesi yang berkaitan dengan kemajuan guru Undang-Undang Guru dan Dosen memiliki dampak yang dramatis pada jumlah guru yang mengikuti pelatihan pra-jabatan. Sebanyak 65 persen dari jumlah guru di negara ini tidak memenuhi persyaratan akademis minimum yang baru, yaitu memiliki gelar sarjana strata satu, sehingga proses peningkatan kualifikasi guru pra-jabatan telah menjadi titik awal reformasi. Pada kenyataannya, hal ini menunjukkan peluang yang memiliki potensi terbesar untuk meningkatkan kualitas guru yang sudah aktif mengajar. Ini adalah peluang dengan berbagai pilihan pelatihan dan inisiatif lainnya yang berguna yang telah tersedia, termasuk perluasan peran bagi Universitas Terbuka, dengan jumlah mahasiswa dari kalangan guru pra-jabatan yang mendaftar meningkat dua kali lipat sebanyak Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 15 300.000 orang dalam waktu yang sangat singkat; penerapan moda pembelajaran jarak jauh oleh sejumlah fakultas pendidikan; persiapan dan pendistribusian modul pembelajaran universitas yang terakreditasi untuk digunakan di tingkat lokal melalui kelompok kerja guru berbasis gugus sekolah; serta meningkatnya penggunaan pengakuan pembelajaran lampau (PPL) di universitas. Kelompok kerja guru berbasis gugus sekolah sebagai mekanisme penyampaian utama Kelompok kerja guru yang terbentuk dari tingkat sekolah dasar dan menengah di tingkat lokal telah lama menyediakan forum bagi para guru untuk membahas masalah pengajaran dan bekerja sama dalam tugas-tugas umum, seperti pengembangan kurikulum, pembuatan alat bantu mengajar, mendisain soal-soal ujian dan kegiatan yang lebih canggih, seperti lesson study dan penelitian tindakan kelas. Diperkirakan ada lebih dari 60.000 kelompok kerja guru di Indonesia, dan meskipun dukungan untuk kelompok-kelompok ini naik turun, mereka memiliki peran penting dalam menyampaikan pengembangan profesi yang berkelanjutan. Pada tahun 2005 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memulai proses revitalisasi melalui program Dana Alokasi Umum untuk melayani lonjakan pelatihan yang disebabkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa persyaratan kebijakan pembiayaan baru telah menghasilkan: (a) pertumbuhan yang signifikan dalam waktu yang digunakan untuk kegiatan pelatihan, dan (b) perbaikan sifat dan kualitas kegiatan yang dilakukan dalam waktu tertentu. Ini merupakan kabar baik bagi mereka yang terlibat dalam reformasi pendidikan, karena kelompok kerja sekolah lokal mewakili strategi penting untuk memeperkenalkan pelatihan pra-jabatan kepada masyarakat dan ke sekolah- sekolah yang mengharapkan peningkatan kualitas guru yang terbesar. Penilaian guru terkait dengan pengembangan karier Sebagai bagian dari reformasi guru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sudah mulai melakukan perubahan dalam sistem akuntabilitas guru. Fokusnya adalah pada revisi skema penilaian kinerja guru dan keterkaitan yang lebih erat dengan sistem pengembangan profesi. Pelaksanaan skema penilaian kinerja tahunan yang baru akan memastikan bahwa kepala sekolah dan pengawas berperan aktif dalam menilai hasil kerja dan kinerja setiap guru. Melalui tinjauan tahunan tentang hasil kerja guru terkait dengan pengetahuan dan keterampilan yang perlu ditunjukkan dan standar yang diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen, kepala sekolah dapat mengidentifikasi kelemahan kinerja guru dan mengharuskan guru yang bersangkutan untuk melakukan pengembangan profesi yang diperlukan. Sebuah peraturan baru sekarang mengaitkan angka yang berasal dari instrumen penilaian kinerja dengan kenaikan gaji guru dan kemajuan di masa depan. Sehingga guru akan memiliki insentif yang kuat untuk mengikuti kursus pengembangan yang diperlukan seperti yang direkomendasikan demi peningkatan Reformasi Guru di Indonesia 16 Ringkasan Eksekutif kualitas. Selain itu, apabila kinerja ini merupakan komponen peluang promosi di masa depan, siklus selesai dan kerangka terpadu dibangun. Guru yang diidentifikasi memiliki kinerja buruk akan menerima tunjangan tetapi juga akan mendapat sanksi karena kinerjanya yang buruk. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini sedang menyusun sistem pencatatan penilaian guru dalam jaringan untuk mengukur tingkat pengetahuan guru tentang isi mata pelajaran dan kinerja mereka di dalam kelas. Sistem elektronik ini akan merekam data dari penilaian kinerja setiap guru (dan hasil dari uji kompetensi yang dilakukan dari waktu ke waktu) ke dalam pangkalan data komputer yang dirancang secara khusus. Informasi ini akan digunakan untuk mengembangkan profil individu guru dalam hal kompetensi yang diatur oleh Undang-Undang dan akan memungkinkan manajemen sekolah untuk mengukur kemajuan mereka menuju pencapaian. Instrumen penilaian kinerja akan mengacu pada kegiatan pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Ada banyak modul pengembangan profesi yang telah dikembangkan. Modul lainnya akan disusun. Sebuah kerangka kerja sedang dikembangkan untuk menggabungkan semua modul tersebut untuk memastikan mereka digolongkan sesuai dengan jenis pengembangan profesi yang dibutuhkan pada tingkat karier guru yang berbeda. Memperkuat pekerjaan kepala sekolah dan pengawas sekolah Meskipun banyak kepala sekolah di Indonesia yang berpendidikan tinggi dan memiliki kemampuan yang baik, mereka seringkali tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang manajemen sekolah yang memenuhi persyaratan manajemen modern. Sebagian besar kepala sekolah hanya menerapkan kebijakan pendidikan dan persyaratan administrasi sebagai sesuatu yang rutin tanpa pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pengajar. Tidak banyak kepala sekolah yang menerapkan peran pengawasan dan pengembangan proaktif terhadap staf pengajar mereka. Dengan diperkenalkannya manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah sekarang memiliki peran yang efektif dalam berbagai bidang, termasuk perencanaan sekolah, pengembangan kurikulum, keuangan sekolah dan penganggaran, manajemen staf, dan keterlibatan masyarakat. Dengan demikian kepala sekolah memiliki tanggung jawab utama di pusat sistem yang terbagi dan dalam hal ini manajemen berbasis sekolah adalah harapannya. Kepala sekolah di Indonesia sekarang memerlukan keterampilan yang lebih baik dalam mengelola proses ini secara lebih efektif. Jabatan tertinggi di tingkat lapangan yang berada di bawah pemerintah kabupaten/kota adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah sebagai penghubung yang akuntabel antara kepala sekolah dan pemerintah kabupaten/kota. Sayangnya, peran mereka lebih berfokus pada isu-isu administratif ketimbang perbaikan kinerja guru dalam kelas. Penunjukan pengawas sekolah seringkali berdasarkan favoritisme, dan Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 17 jabatan ini kerap dipandang sebagai jabatan yang berstatus rendah ketimbang sebagai cara yang menarik untuk meningkatan karier. Peraturan terbaru telah mendefinisikan ulang kompetensi kepala sekolah dan pengawas sekolah dan menekankan peran mereka sebagai pemimpin pengajaran dan pengelola sistem pendidikan di tingkat lokal. Sebuah program pelatihan telah disusun, dan di masa depan, kepala sekolah dan pengawas sekolah yang diangkat harus memiliki sertifikasi kelulusan dari program pelatihan ini. Faktor utama yang mendukung keberhasilan peningkatan kualitas guru seharusnya terletak pada proses seleksi tenaga manajemen lokal, seperti kepala sekolah dan pengawas sekolah yang harus mampu dan termotivasi untuk melakukan tugas-tugasnya dengan komitmen yang nyata. Mekanisme ini sekarang sedang diujicobakan untuk menjamin bahwa di masa depan proses ini didasarkan pada prestasi dan kompetensi alih-alih favoritisme politik atau pribadi. Reformasi Guru di Indonesia 18 Ringkasan Eksekutif 5. Menganalisis Bukti: Dampak Sertifikasi Terhadap Kualitas Guru dan Hasil-Hasil Belajar Siswa Undang-Undang Guru dan Dosen dan reformasi yang dihasilkannya pada dekade terakhir bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah terkait dengan kualitas guru secara bersamaan. Bab ini berkonsentrasi pada pemeriksaan bukti yang tersedia untuk menelaah dampak komponen dasar Undang-Undang ini, yaitu program sertifikasi guru. Cap “profesional” yang diperoleh melalui sertifikasi dan tunjangan profesi yang disediakan oleh program ini ditujukan sebagian untuk meningkatkan kesejahteraan guru, serta meningkatkan status dan pengakuan terhadap profesi mereka. Guru yang bergelar sarjana strata satu atau memiliki pangkat tertinggi berdasarkan sistem kepegawaian negeri (golongan IV), atau guru yang sangat senior memenuhi syarat untuk mengikuti program sertifikasi. Sejak awal program, pemerintah telah mengikutsertakan 200.000-300.000 guru (yang memenuhi syarat) dalam proses sertifikasi setiap tahun. Kelayakan persyaratan untuk mengikuti sertifikasi dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua guru dalam sistem ini memiliki kompetensi yang ditetapkan. Sejak program ini dimulai, para guru telah lolos dari proses sertifikasi, baik melalui penilaian portofolio pengalaman kerja dan pelatihan yang telah mereka peroleh, atau, kemudian melalui program pelatihan 90 jam. Baru-baru ini saja uji kompetensi dimasukkan dalam proses sertifikasi. Secara keseluruhan tingkat kelulusan sudah tinggi, yaitu sekitar 95 persen. Program sertifikasi ini berdampak sangat besar terhadap keuangan. Anggaran untuk pendapatan guru yang telah menjadi beban biaya terbesar yang harus ditanggung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akan meningkat dua kali lipat pada tahun-tahun yang akan datang. Pertanyaannya adalah apakah anggaran ini dibelanjakan dengan baik. Oleh sebab ini, bab ini akan membahas beberapa dampak sertifikasi terhadap kualitas hasil-hasil belajar di Indonesia. Analisis ini dapat memberikan informasi penting bagi para pembuat kebijakan di negara-negara yang memiliki kondisi serupa dengan yang terjadi di Indonesia. Jalur untuk meningkatkan kualitas guru Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia mengidentifikasi tiga cara yang dapat memperbaiki proses sertifikasi guru di Indonesia saat ini, yaitu: (a) jalur daya tarik: tunjangan profesi membuat profesi guru jauh lebih menarik (dan kompetitif). Hasilnya lulusan sekolah menengah atas yang pandai melanjutkan kuliah di lembaga pendidikan guru di seluruh negeri ini, (b) jalur peningkatan: guru yang awalnya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi umumnya membutuhkan gelar sarjana strata satu. Dalam proses peningkatan mutu para guru memerlukan keterampilan yang meningkatkan kapasitas mereka sebagai guru. Jalur peningkatan berlaku untuk guru-guru aktif namun yang belum memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi. Guru-guru tersebut biasanya harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 19 untuk meraih gelar sarjana strata satu guna meningkatkan kualifikasi akademis mereka. Pada awal program sertifikasi, 84 persen guru sekolah dasar dan 40 persen guru sekolah menengah pertama tidak memenuhi syarat untuk mengikuti program sertifikasi. Dampak keseluruhan yang ditimbulkan oleh program sertifikasi yang disalurkan melalui peningkatan kualifikasi akademis bisa jadi besar, dan (c) jalur perilaku: sertifikasi berarti peningkatan pengakuan dan pendapatan yang berlipat ganda, dan harus memotivasi para guru untuk menjadi lebih produktif dalam profesi mereka. Tunjangan yang diterima bersifat permanen dan tidak tergantung pada kinerja selanjutnya di dalam kelas, kecuali harus memenuhi persyaratan mengajar 24 periode jam dalam satu minggu. Dengan demikian, guru yang bersertifikat memiliki sedikit insentif keuangan yang secara eksplisit untuk memperbaiki praktik mengajar mereka. Namun mereka bisa saja merasa memiliki kewajiban moral untuk bekerja lebih keras dan semakin jarang mangkir. Pada saat yang sama, kebutuhan mereka terhadap pekerjaan sampingan menurun, yang berarti bahwa guru memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan profesi mereka, misalnya mempersiapkan materi pengajaran di kelas dan ikut serta dalam kelompok kerja guru. Apakah sertifikasi dalam bentuk seperti yang berlaku sekarang in memiliki dampak positif pada kualitas guru dan hasil belajar siswa tergantung pada potensi tiga jalur ini. Memisahkan ketiga jalur yang berbeda ini untuk dianalisis akan membantu dalam pembahasan mengenai dampak sertifikasi. Analisis jalur sertifikasi • Jalur daya tarik: Insentif tunjangan profesi yang diterima berdasarkan sertifikasi tampaknya telah meningkatkan daya tarik mengajar sebagai karier. Jumlah siswa yang mengikuti program pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia meningkat lima kali lipat pada tahun-tahun setelah Undang-Undang Guru dan Dosen berlaku, yaitu dari 200.000 pada tahun 2005 menjadi lebih dari 1 juta pada tahun 2010. Meningkatnya daya tarik profesi ini mungkin secara lebih jelas ditunjukkan oleh peningkatan persentase siswa yang terdaftar pada program pendidikan dari 15 persen sebelum Undang-Undang Guru dan Dosen berlaku sampai hampir 30 persen pada tahun 2008. Ada indikasi bahwa setidaknya untuk beberapa lembaga pendidikan guru tertentu permintaan terhadap untuk mndapat kesempatan belajar di lembaga tersebut meningkat, dan bahwa dalam beberapa kasus kualitas calon mahasiswanya meningkat dari waktu ke waktu. Skor rata-rata calon guru sekolah dasar lebih tinggi daripada skor rata-rata nasional, dan skor yang dicetak oleh kohort baru calon guru cenderung meningkat dengan laju yang lebih cepat daripada laju rata-rata nasional (Gambar 3). Apabila kecenderungan ini berlanjut, hal ini pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas layanan pengajaran di masa yang akan datang. Reformasi Guru di Indonesia 20 Ringkasan Eksekutif Gambar 3: Nilai ujian nasional calon guru baru dibandingkan dengan semua kohort lulusan SMA, 2006-2009 8.2 7.8 Skor ujian nasional 7.4 7.0 6.6 2006 2007a 2008 2009 Tahun kelulusan Skor ujian nasional yang Skor ujian nasional yang dicetak oleh mahasiswa yang dicetak oleh seluruh menempuh pendidikan guru SD lulusan SMA Namun demikian, hal ini juga dapat menyebabkan kelebihan jumlah lulusan baru pedidikan guru yang bermotivasi tinggi dan sangat ingin menjadi guru. Mereka memiliki kekhawatiran sendiri, seperti mencari lowongan. Para pembuat kebijakan menyadari skenario perubahan ini, dan sejak tahun 2013 pemerintah telah menetapkan kuota tahunan sebanyak 40.000 calon guru yang dapat mendaftar di perguruan tinggi swasta dan negeri untuk memastikan bahwa jumlah mahasiswa pendidikan guru yang diterima di perguruan tinggi setiap tahun akan sesuai dengan jumlah guru yang diperkirakan akan pensiun empat tahun kemudian, dan menekan kelebihan jumlah guru. • Jalur Peningkatan Kualifikasi: Tunjangan profesi yang diberikan berdasarkan sertifikasi guru telah terbukti menjadi insentif yang kuat bagi guru-guru yang telah menjadi pengajar untuk meningkatkan pendidikan mereka sampai jenjang sarjana strata satu. Data menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang belum memenuhi syarat (70 persen) terlibat secara aktif dalam proses peningkatan kualifikasi. Dalam jangka panjang bukti perbaikan nilai siswa sebagai hasil dari semua pelatihan yang diikuti oleh guru akan tercermin dalam peringkat PISA Indonesia dan hasil TIMSS. Namun, bukti lebih lanjut tentang dampak peningkatan kualifikasi guru dapat diberikan melalui evaluasi dampak yang mengeksplorasi dampak program sertifikasi pada perilaku guru, serta kompetensi dan hasil belajar siswa. Evaluasi dampak ini melibatkan sampel dari 240 sekolah dasar negeri dan 120 sekolah menengah pertama negeri. Semua guru mata pelajaran inti dan semua siswa diberi tes materi pelajaran pilihan ganda pada dua kesempatan (tahun 2009 dan 2011). Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 21 Penelitian ini menemukan bahwa kualifikasi akademis guru dan hasil-hasil belajar siswa berhubungan positif. Siswa yang memiliki guru bergelar sarjana strata satu tampak menunjukan kemajuan yang lebih cepat dibandingkan dengan rekan-rekan mereka sesama siswa (Gambar 4). Gambar 4: Nilai tambah guru sekolah dasar bergelar sarjana strata satu di Indonesia 0.20 0.15 Dampak standarisasi 0.10 0.05 0 Hasil-hasil belajar tambahan siswa yang memiliki guru bergelar sarjana strata satu Dampak tambahan yang Dampak pengetahuan tidak dijelaskan tentang mata pelajaran Analisis menunjukkan bahwa guru bergelar sarjana memiliki kualitas yang lebih baik, tidak saja karena mereka mencetak skor yang (sedikit) lebih tinggi pada tes materi pelajaran, tetapi juga karena mereka memiliki kemampuan lain, seperti keterampilan pedagogis. Namun demikian, sebaliknya dalam menentukan bagaimana kualifikasi (sertifikasi) berkaitan dengan hasil belajar, analisis ini tidak menunjukkan adanya perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar oleh guru bersertifikat dengan mereka yang diajar oleh guru-guru tidak bersertifikat. • Jalur Perilaku Penelitian ini juga berusaha menemukan bukti dampak sertifikasi (dan dalam hal ini adalah peningkatan pendapatan guru sebesar dua kali lipat) terhadap perbaikan motivasi atau perilaku guru-guru yang aktif mengajar dan memenuhi syarat (Gambar 5). Salah satu temuannya adalah bahwa sertifikasi membuat ketergantungan guru pada pekerjaan sampingan menurun dan kesulitan dalam menghidupi perekonomian rumah tangga mereka berkurang. Secara keseluruhan, mata pencaharian guru telah membaik, dan sertifikasi telah menyebabkan menurunnya kemungkinan guru untuk memiliki pekerjaan sampingan sebesar 27 angka persentase, karena tunjangan profesi sekarang mengurangi kebutuhan untuk memiliki pekerjaan sampingan guna menambah penghasilan. Dampak pendapatan ini juga tercermin dalam penurunan jumlah guru yang melaporkan masalah keuangan untuk menghidupi rumah tangga mereka. Reformasi Guru di Indonesia 22 Ringkasan Eksekutif Gambar 5: Dampak sertifikasi terhadap karakteristik sejumlah guru di Indonesia, 2009-2011 potensi untuk memiliki potensi untuk memiliki pekerjaan sampingan masalah nansial lebih lebih rendah sebesar 27 rendah sebesar 27 T-statistik terkait dengan 4 angka persentase angka persentase Ambang batas signi kansi statistik perkiraan dampak 2 0 –2 Ambang batas signi kansi statistik –4 –6 Skor ujian Skor ujian Menjadi Memiliki Jam Jam Mangkir Masalah guru SD guru SMP anggota pekerjaan mengajar mengajar setidaknya keuangan kelompok sampingan di sekolah di sekolah satu kali pada untuk kerja sampel lain minggu lalu menghidupi guru (dilaporkan rumah sendiri) tangga Namun, tidak ada bukti bahwa sertifikasi membuat potensi guru meningkat untuk berpartisipasi dalam kelompok kerja guru, menambah jam mengajar, atau melaporkan sendiri untuk lebih jarang mangkir mengajar. Selain itu, tidak ada bukti bahwa sertifikasi membuat guru mengajar lebih baik, setidaknya tidak dengan cara yang terukur melalui nilai tes siswa. Dengan demikian, walaupun jumlah guru bersertifikat yang memiliki pekerjaan sampingan menurun, dan semakin sedikit guru yang mengkhawatirkan masalah keuangan untuk menghidupi rumah tangga mereka dengan layak, perubahan dalam perilaku ini tidak menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam hal produktivitas guru. Perubahan perilaku guru yang disebabkan oleh sertifikasi sejauh ini juga tidak menghasilkan perbaikan pada hasil belajar siswa (Gambar 6). 46: Dampak sertifikasi guru terhadap hasil-hasil belajar siswa di Indonesia, 2009-11 Gambar T-statistik terkait dengan Ambang batas signifikansi statistik perkiraan dampak 2 0 –2 Ambang batas signifikansi statistik –4 Siswa SD Siswa SMP Siswa SMP Siswa SMP Siswa SMP (matematika) (sains) (bahasa (bahasa Indonesia) Inggris) Sertifikasi diharapkan diperoleh dari peningkatan kualifikasi akademis guru yang belum memenuhi syarat sebelum Undang-Undang Guru dan Dosen disahkan, dan dari peningkatan kualitas mahasiswa pendidikan guru. Keragaman dalam kualitas pelatihan peningkatan kualifikasi guru dan besarnya peningkatan kapasitas program pendidikan guru di perguruan tinggi untuk menampung mahasiswa bagaimanapun juga membatasi potensi efektivitas jalur ini. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 23 Beberapa kesimpulan dari bukti-bukti ini Sertifikasi telah memberikan insentif keuangan bagi guru untuk meningkatkan kualifikasi mereka sampai jenjang sarjana strata satu. Meskipun peningkatan kualifikasi akademis bagi sebagian besar tenaga pengajar harus, setidaknya secara alamiah, menyebabkan perbaikan dalam hasil-hasil belajar siswa, bukti-bukti yang tersedia menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak terjadi secara otomatis. Misalnya, guru dengan gelar sarjana tidak menunjukkan tingkat pengetahuan tentang materi pelajaran yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang tidak bergelar sarjana. Namun, pada saat yang sama, ada korelasi antara hasil-hasil belajar siswa dengan gelar akademis guru yang tidak dapat dijelaskan hanya oleh perbedaan pengetahuan tentang mata pelajaran antara guru yang memiliki dan guru yang tidak memiliki gelar sarjana: guru bergelar sarjana tampaknya merupakan guru yang lebih baik dalam hal selain masalah pengetahun tentang mata pelajaran mereka. Kesimpulan umum yang ditarik dari bukti-bukti, mungkin agak terlalu dini, adalah bahwa proses peningkatan kualifikasi akademis itu sendiri (saat ini terjadi pada skala besar) tidak secara otomatis diterjemahkan ke dalam langkah-langkah ke depan yang penting dalam hal kualitas mengajar. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa universitas yang menyediakan pendidikan sarjana dalam bidang kependidikan harus dikontrol secara ketat dalam hal kualitas pendidikan yang mereka berikan dan standar akreditasi program harus ditegakkan dengan lebih ketat. Undang-Undang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa semua guru dan dosen di Indonesia harus disertifikasi pada tahun 2015. Oleh sebab itu, mereka semua akan mengikuti proses sertifikasi dan menerima tunjangan profesi pada suatu saat nanti di sepanjang karier mereka. Alat sertifikasi yang digunakan pada awal reformasi tidak memenuhi harapan dalam mengukur kompetensi. Akibatnya sejumlah guru yang tidak memiliki pengetahuan tentang mata pelajaran dan keterampilan pedagogis yang memadai memperoleh pendapatan dua kali lipat dari gaji mereka namun tapi tidak memperbaiki hasil belajar siswa mereka. Meskipun demikian, guru sungguh-sungguh menanggapi status baru mereka dengan menolak memiliki pekerjaan sampingan dan potensi kesulitan mereka dalam masalah keuangan berkurang, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan meningkat. Tidak ada bukti bahwa prosedur sertifikasi dan peningkatan jumlah pendapatan telah menyebabkan perbaikan kinerja guru di dalam kelas. Temuan ini tidak mengherankan mengingat bahwa tidak ada alasan teoritis yang jelas mengapa kenaikan gaji yang tidak tergantung pada kinerja dalam kelas atau pengembangan profesi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Kombinasi semua bukti menunjukkan bahwa berbagai upaya harus dilakukan untuk memantau dengan seksama proses peningkatan kualifikasi dan memastikan bahwa peningkatan kualifikasi akademis yang diberikan oleh perguruan tinggi, yang saat ini terjadi dalam skala yang sangat besar, memiliki kualitas yang tinggi. Pada saat yang sama, meningkatnya popularitas profesi guru di kalangan siswa lulusan SMA harus digunakan untuk memilih yang terbaik di antara sekumpulan pelamar alih-alih meningkatkan jumlah pelamar yang diterima. Reformasi Guru di Indonesia 24 Ringkasan Eksekutif 6. Melihat ke dalam Kotak Hitam Kelas Upaya reformasi guru pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan proses belajar-mengajar yang terjadi di dalam kelas, yang pada gilirannya harus menghasilkan perbaikan terhadap hasil belajar siswa. Bab ini memperluas analisis sertifikasi yang dipaparkan dalam bab sebelumnya dengan menjelajahi ‘di antara’ - kotak hitam - apa yang terjadi di dalam kelas melalui penelitian yang menggunakan video pada murid kelas 8 di kelas matematika yang berpartisipasi dalam Studi Internasional tentang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (TIMSS) pada tahun 2007 dan 2011. Temuan penelitian ini secara mengejutkan mirip dengan apa yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, yaitu siswa yang diajar oleh guru bersertifikat tidak memiliki hasil-hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar oleh guru yang tidak bersertifikat, serta tidak ada perbedaan antara guru yang bersertifikat dan tidak bersertifikat dari segi skor penilaian materi pelajaran yang diajarkannya dan penilaian pedagogis mereka. Di sisi lain, tingkat pendidikan guru memang memiliki hubungan positif dengan hasil-hasil belajar siswa. Temuan: hubungan antara praktik pengajaran dan hasil belajar siswa Praktik pengajaran ditelaah dari berbagai sudut untuk memahami frekuensi penggunaannya, bagaimana praktik-praktik tersebut berkaitan dengan hasil belajar siswa, serta bagaimana reformasi guru dan faktor-faktor lainnya dapat mempengaruhi tren dalam praktik-praktik tersebut. Hasilnya memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang terjadi di kelas matematika di Indonsia dan, dalam kaitannya dengan hasil belajar siswa, memberikan wawasan ke dalam proses belajar-mengajar dan bagaimana proses ini bisa diperbaiki. • Waktu yang dihabiskan untuk pelajaran matematika dan struktur pelajaran Data dari tahun 2007 sampai 2011 menunjukkan bahwa proporsi waktu dalam kelas yang digunakan untuk pelajaran matematika turun dari 89 persen menjadi 86 persen, sedangkan waktu yang digunakan untuk organisasi matematika meningkat dari 8 persen menjadi 10 persen (Gambar 7). Siswa di kelas yang memiliki proporsi waktu yang lebih banyak dihabiskan untuk pelajaran matematika cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik, sedangkan kelas yang memiliki proporsi waktu yang lebih banyak untuk tugas-tugas non- matematika cenderung memiliki hasil belajar yang kurang baik. Waktu belajar yang sesungguhya (time on task) merupakan komponen penting dalam belajar, sehingga kecenderungan ke arah kurangnya waktu untuk pelajaran matematika menjadi perhatian. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 25 Gambar 7: Proporsi praktik Struktur Pelajaran pada Studi Video TIMMS di Kelas Matematika di Indonesia, 2007 dan 2011 2007 2011 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Jumlah waktu dalam kelas, persentase Matematika Non-matematika Organisasi matematika • Pendekatan pengajaran Dalam pendekatan yang dikodekan yang digunakan dalam studi video, eksposisi (atau kuliah) mencakup pendekatan yang sangat lazim di banyak negara dan sering dikaitkan dengan pembelajaran tradisional atau pembelajaran yang berpusat pada guru dan partisipasi siswa yang terbatas. Diskusi menjadi lebih berpusat pada siswa dengan dialog antara guru dan siswa, sedangkan pemecahan masalah, kerja praktik, dan investigasi adalah pendekatan yang berputar lebih di sekitar masalah matematika dan cenderung mendorong lebih banyak pembelajaran yang berpusat pada siswa. Studi ini menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan tahun 2007, guru-guru Indonesia di tahun 2011 cenderung menggunakan lebih banyak eksposisi, sedangkan diskusi, kerja praktik, dan investigasi semuanya menurun - meskipun banyak program pemerintah yang baru (misalnya, melalui organisasi nasional pelatihan matematika dan dalam kelompok kerja guru) pada umumnya mendorong para guru untuk mengurangi penggunaan eksposisi dan lebih banyak pembelajaran yang berpusat pada siswa (Gambar 8). Gambar 8: Waktu yang digunakan untuk berbagai pendekatan pengajaran yang berbeda pada Studi Video TIMMS dalam kelas matematika di Indonesia, 2007 dan 2011 2007 2011 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Jumlah waktu dalam kelas, persentase Diskusi Eksposisi Investigasi Kerja praktik Pemecahan masalah Reformasi Guru di Indonesia 26 Ringkasan Eksekutif Eksposisi didapati memiliki hubungan yang negatif dengan hasil-hasil belajar siswa. Investigasi dan kerja praktik memiliki kecenderungan positif, mungkin sebagian karena pendekatan ini cenderung mendorong keterlibatan dan partisipasi siswa aktif dan memerlukan pemikiran tingkat tinggi. • Waktu interaksi seluruh kelas Waktu matematika dibagi menjadi waktu umum (ketika seluruh siswa berpartisipasi dalam tugas) dan waktu pribadi (ketika siswa dipecah dalam kelompok-kelompok atau melakukan tugas individu secara mandiri). Pada tahun 2011, alokasinya adalah 64 persen waktu seluruh kelas dan 36 persen waktu untuk kelompok atau waktu mandiri untuk tugas individu. Secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara proporsi kedua kategori ini dengan hasil belajar siswa, namun dalam interaksi seluruh siswa beberapa perbedaan penting muncul dalam hal kecenderungan dan hubungan dengan pembelajaran siswa. Waktu untuk guru saja pada tahun 2011 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2007 (Gambar 9). Waktu ini biasanya melibatkan kegiatan eksposisi atau kuliah. Di sisi lain, keterlibatan siswa dalam bentuk interaksi guru dan siswa menurun secara drastis. Gambar 9: Waktu interaksi umum (seluruh kelas) berdasarkan peserta pada Studi Video TIMMS dalam kelas matematika di Indonesia, 2007 dan 2011 2007 2011 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Jumlah waktu untuk pelajaran matematika, persentase Interaksi umum: guru saja Interaksi umum: guru dan siswa Interaksi umum: siswa saja Kegiatan hanya guru-saja cenderung negatif dalam kaitannya dengan pembelajaran. Hal ini mungkin menunjukkan pentingnya siswa untuk secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Menariknya, meskipun demikian, kegiatan yang bersifat hanya siswa-saja memiliki hubungan negatif dengan hasil- hasil belajar siswa, sedangkan kegiatan guru-murid memiliki hubungan yang positif. Ini mungkin menunjukkan pentingnya guru agar terlibat aktif, bahkan dalam kegiatan yang dipimpin siswa, untuk memantau, berbicara dan mendorong siswa. Kecenderungan penurunan interaksi guru-siswa bertentangan dengan praktik- praktik yang dilaporkan didorong oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kegiatan pelatihan dan kelompok kerja guru. Menggabungkan Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 27 kecenderungan ini dengan fakta bahwa waktu interaksi guru-siswa memiliki hubungan positif terhadap hasil-hasil belajar siswa menimbulkan beberapa kekhawatiran serta pertanyaan mengapa interaksi tersebut bisa menurun. Satu penjelasan yang mungkin diajukan oleh guru dan pembuat kebijakan adalah bahwa sertifikasi secara tidak langsung dapat mendorong guru untuk menggunakan lebih banyak pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru, karena rasa bangga dan merasa penting atau bahkan merupakan kewajiban untuk memperoleh peningkatan pendapatan. • Konteks dan bahasa soal serta solusinya Soal matematika dapat dijawab dalam berbagai cara dari segi konteks yang disajikan, bahasa dan metode yang digunakan untuk memecahkan soal tersebut. Secara umum, penerapan matematika untuk mengatasi persoalan di dunia nyata dan penggunaan solusi masalah non-rutin cenderung dipandang karena melibatkan pemikiran yang tinggi dan membutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang matematika. Ada peningkatan jumlah waktu yang menunjukkan peningkatan penggunaan bahasa dan simbol matematika dari 89 persen pada tahun 2007 menjadi 93 persen pada tahun 2011. Guru-guru tampaknya juga telah beralih pada pendekatan yang lebih rutin, berdasarkan rumus, dan mungkin hafalan. Peningkatan dalam bahasa matematika dan penggunaan pendekatan rutin, bersama dengan soal-soal dan pertanyaan yang sebagian besar tertutup, mungkin ada kaitannya dengan peningkatan tekanan untuk menghasilkan nilai yang baik pada ujian nasional, yang biasanya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban dengan pendekatan rutin dan berdasarkan rumus. Dampak Reformasi Praktik pengajaran yang dipelajari di atas sekarang dapat dilihat dalam konteks reformasi guru tertentu, seperti sertifikasi, pelatihan guru dan pengetahuan guru. • Sertifikasi guru Ketika membandingkan praktik-praktik pengajaran guru bersertifikat dan guru tidak bersertifikat, fitur yang menonjol adalah tidak adanya perbedaan yang signifikan secara statistik. Pada saat praktik-praktik pengajaran yang menarik ditempatkan (satu per satu) ke dalam model regresi yang dikendalikan untuk beberapa variabel kontekstual, hanya satu perbedaan yang muncul: guru bersertifikat cenderung menggunakan lebih banyak interaksi seluruh kelas (umum) dan lebih sedikit interaksi kelompok dan kerja mandiri (individu). Secara keseluruhan, tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara praktik- praktik ini dengan dan hasil-hasil belajar siswa. Temuan ini bertepatan dengan temuan studi sertifikasi yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara guru bersertifikat dan tidak bersertifikat, yang memberikan bukti lebih lanjut bahwa sertifikasi tidak berdampak pada praktik-praktik pengajaran dan perilaku. Hal ini tidak terlalu mengejutkan, karena hampir setiap guru yang mengikuti proses Reformasi Guru di Indonesia 28 Ringkasan Eksekutif sertifikasi mendapatkan sertifikasi, sehingga tidak ada pemisahan guru selama proses sertifikasi dalam hal kriteria kualitas. • Pendidikan dan pelatihan guru Persyaratan bagi semua guru untuk memperoleh gelar sarjana strata satu pada 2015 didasarkan pada asumsi bahwa guru dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menjadi guru yang lebih efektif. Studi video mendapatkan hasil yang mirip dengan hasil studi sertifikasi: siswa yang diajar oleh guru bergelar sarjana strata satu cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik. Siswa tersebut cenderung mencatat nilai pasca ujian hampir 4 angka persentase lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar oleh guru yang tidak memiliki gelar sarjana strata satu setelah mengendalikan berbagai latar belakang dan faktor- faktor kontekstual serta skor pra-ujian yang dicatat oleh siswa. Salah satu hasil studi ini yang lebih mencolok adalah perbedaan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru yang bergelar sarjana di bidang pendidikan matematika dengan yang diajar oleh guru yang bergelar sarjana ilmu matematika murni. Siswa kedua guru tersebut memiliki hasil belajar rata-rata positif, namun siswa yang diajar oleh guru yang bergelar sarjana pendidikan matematika cenderung memiliki prestasi yang relatif lebih baik. Mereka rata-rata mencetak nilai 1,3 angka persentase lebih rendah pada pra-ujian dibandingkan dengan siswa yang diajar oleh guru bergelar sarjana ilmu matematika, namun mencetak 1,3 angka persentase lebih tinggi pada pasca ujian, yang menunjukkan hasil yang baik. Hasil ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana latar belakang pendidikan dapat mendukung pengembangan guru. Memastikan bahwa guru yang memiliki gelar sarjana ilmu matematika murni mendapatkan tambahan pelatihan pedagogis yang serupa dapat berdampak positif. Hal ini juga dapat menangkap perbedaan dalam cara program sarjana mengajarkan matematika dengan cara guru bergelar sarjana ilmu matematika belajar bagaimana memecahkan masalah, sementara program sarjana pendidikan matematika cenderung mendekati masalah dalam konteks pengajaran konsep matematika dan pendekatan pemecahan masalah untuk siswa. • Pengetahuan materi pelajaran yang dimiliki oleh guru Dari semua faktor yang dipelajari, pengetahuan guru tentang mata pelajaran dan pedagogi memiliki hubungan yang paling erat dengan hasil belajar siswa. Pengetahuan tentang mata pelajaran cenderung memiliki hubungan yang relatif kuat dengan hasil belajar siswa dibandingkan dengan pengetahuan pedagogis. Hal ini mungkin, sebagian, disebabkan oleh pengukuran itu sendiri, karena pengetahuan tentang mata pelajaran dapat diukur dengan baik melalui ujian tertulis sedangkan pengetahuan pedagogis jauh lebih sulit untuk diukur dengan cara ini. Dalam hal perbedaan praktik yang digunakan, guru yang memiliki pengetahuan yang lebih baik cenderung menggunakan bahasa matematika daripada konteks dunia nyata. Mereka juga tampaknya lebih sering menggunakan teknik pertanyaan, misalnya pertanyaan-dan-jawaban, retorika dan pertanyaan benar-salah. Dalam Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 29 hal strategi mengajar, mereka cenderung lebih banyak menggunakan teknik investigasi. Perbedaan-perbedaan ini mungkin mencerminkan keyakinan yang lebih besar terhadap matematika di kalangan guru dengan pengetahuan matematika yang lebih baik. Penggunaan soal-soal berbahasa matematika oleh guru mungkin menunjukkan kefasihan dalam bidang matematika. Penggunaan pertanyaan yang jauh lebih banyak mungkin bisa berkaitan dengan keyakinan yang lebih besar untuk berdialog dengan siswa, sedangkan guru yang memiliki pengetahuan yang kurang memadai mungkin menghindari penggunaan pertanyaan, karena dapat menimbulkan menyebabkan tantangan tak terduga. Pada akhirnya pendekatan pengajaran investigasi (yang signifikan secara statistik) dan diskusi (positif namun tidak cukup signifikan secara statistik) mungkin memerlukan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dan kefasihan dalam matematika tergantung pada bagaimana pendekatan tersebut digunakan. Sementara perbedaan yang disebutkan di atas teridentifikasi, proporsi waktu yang dihabiskan untuk sebagian besar praktik pengajaran antara guru yang memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dan yang kurang memadai tidak begitu jauh berbeda. Namun, siswa yang memiliki guru dengan pengetahuan yang lebih baik cenderung untuk berprestasi jauh lebih baik. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa guru yang lebih baik pengetahuannya lebih efektif dalam menggunakan praktik-praktik yang sama. Sebagai contoh, dua guru dapat melakukan tinjauan terhadap materi pelajaran sebelumnya, namun yang memiliki pengetahuan yang lebih baik mungkin cenderung lebih efektif, karena mereka memberikan penjelasan yang lebih jelas dan dapat menemukan serta mengoreksi kesalahan siswa, serta menemukan kesalahpahaman dan faktor lainnya, karena mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang matematika dan konsep pedagogis. Pengaruh ujian nasional Meskipun beberapa perubahan dalam praktik pengajaran tampaknya lebih banyak berhubungan dengan guru yang memiliki gelar sarjana strata satu, sertifikasi itu sendiri tampaknya tidak menjadi faktor yang mendorong perubahan di dalam kelas. Faktor-faktor lain di luar reformasi guru tampaknya memiliki pengaruh lebih besar pada praktik pengajaran. Yang paling penting adalah peningkatan penekanan pada ujian nasional yang tampaknya menggiring guru untuk menggunakan praktik-praktik yang mereka anggap lebih mempersiapkan siswa untuk menghadapi ujian nasional. Guru ditanya apakah ujian nasional mempengaruhi praktik pengajaran mereka. Ada hubungan positif antara pengaruh guru yang dilaporkan sendiri tentang ujian nasional dan penggunaan pendekatan pengajaran tertentu. Mereka yang mengatakan mereka lebih terpengaruh juga cenderung menggunakan soal- soal yang rutin, soal-soal tertutup, dan konteks bahasa matematika – yang merupakan bukti bahwa praktik-praktik ini mungkin dapat dianggap lebih efektif atau efisien oleh guru dalam mempersiapkan siswa untuk ujian nasional. Selain itu, persentase guru yang mengatakan bahwa mereka terpengaruh oleh ujian Reformasi Guru di Indonesia 30 Ringkasan Eksekutif nasional meningkat dari 70 persen menjadi 75 persen antara tahun 2007 dan 2011. Banyak pendidik berpendapat bahwa pendekatan yang terbungkus dalam teknik berdasarkan rumus tidak mendorong cara berpikir tingkat tinggi atau pemahaman yang mendalam tentang matematika. Ini mungkin menunjuk pada kebutuhan untuk merevisi ujian nasional itu sendiri agar memasukkan soal-soal yang melibatkan aplikasi dan pemikiran tingkat tinggi. Studi video menyoroti kaitan penting antara apa yang terjadi di kelas dan hasil belajar siswa. Studi ini juga menyoroti fakta bahwa praktik pengajaran berevolusi dari waktu ke waktu dan bahwa berbagai sistem dan pengaruh budaya berkontribusi terhadap evolusi ini. Reformasi guru memberikan kontribusi terhadap evolusi ini, meskipun tidak selalu sesuai dengan tujuannya dan tidak berjalan sendiri tanpa faktor-faktor yang berpengaruh lainnya. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 31 7. Dampak Reformasi pada Efisiensi dan Ekuitas Belanja Publik Kemajuan pendidikan di Indonesia selama 15 tahun terakhir telah didorong oleh peningkatan yang signifikan dalam belanja publik. Sejak tahun 2001, belanja pemerintah untuk pendidikan telah meningkat sebesar dua kali lipat secara nyata, dan pada tahun 2009 sekitar 4 persen dari produk domestik bruto dikhususkan untuk sektor pendidikan (Gambar 10). Peningkatan besar untuk belanja publik telah terjadi melalui pencapaian kewajiban konstitusional yang mengkhususkan seperlima dari anggaran pemerintah untuk pendidikan. Proporsi yang signifikan dari peningkatan investasi pemerintah dalam pendidikan ini telah membiayai reformasi guru yang telah diuraikan. Terutama Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005 memperkenalkan tunjangan profesi untuk sertifikasi dan insentif untuk bekerja di daerah terpencil yang telah menambahkan komitmen penting terhadap pengeluaran pemerintah. Sebagai cara untuk menyeimbangkan peningkatan anggaran pendidikan yang disebabkan oleh kenaikan imbalan untuk guru, pemerintah memperkenalkan langkah- langkah guna meningkatkan efisiensi pemanfaatan guru. Sebagai contoh, Undang-Undang Guru dan Dosen mewajibkan guru untuk mengajar minimal 24 periode jam per minggu, dan standar kepegawaian sekolah direvisi untuk mengatasi rasio nasional siswa-guru yang rendah untuk pendidikan dasar. Gambar 10: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan di Indonesia, 2001-2010 350 25 280 20 Persentase belanja nasional Rupiah, Triliun 210 15 140 10 70 5 0 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Realisasi belanja pendidikan 25% dari belanja nasional secara keseluruhan (aksis-y kanan) Rencana belanja pendidikan 25% dari belanja nasional secara keseluruhan (aksis-y kanan) Belanja riil, nilai tahun 2009 (aksis-y kiri) Belanja nominal (aksis-y kiri) Reformasi Guru di Indonesia 32 Ringkasan Eksekutif Bab ini bertujuan untuk mengkaji dampak reformasi terhadap efisiensi dan pemerataan penyediaan dan distribusi guru. Pesan utama yang timbul dari pengkajian ini adalah bahwa peningkatan pendapatan guru telah memberikan beban tambahan yang signifikan terhadap anggaran pemerintah, sementara reformasi yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan ekuitas memiliki dampak terbatas. Banyak masalah yang dibahas pada bab ini relevan untuk negara lain di wilayah yang sama dengan Indonesia dan di wilayah lainnya. Wawasan dari pengalaman Indonesia dapat memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, namun belum melaksanakan pembatasan anggaran dengan bijaksana. Mengelola biaya reformasi • Dampak terhadap penyediaan guru: mengurangi ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan Banyak sistem pendidikan yang memiliki kinerja terbaik menerapkan proses seleksi calon guru untuk memastikan bahwa hanya individu-individu yang paling tepat yang mengikuti pendidikan guru, dan bahwa jumlah calon mahasiswa ini sangat sesuai dengan kebutuhan terhadap guru. Misalnya, di Singapura hanya satu dari lima pelamar untuk program pendidikan guru yang diterima, dan hampir semua lulusan pendidikan guru menjadi tenaga pengajar. Hal ini menjamin bahwa calon guru yang berkualitas tinggi mengikuti pelatihan pra- jabatan, dan biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan ini optimal. Meskipun peningkatan remunerasi bagi guru bersertifikat di Indonesia telah meningkatkan kualitas mahasiswa calon guru pada lembaga pendidikan pra- jabatan, terdapat ketidaksesuaian yang signifikan antara jumlah lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan terhadap guru. Pada tahun 2011, misalnya, ada sekitar 500.000 mahasiswa yang saat ini mengikuti pendidikan untuk menjadi guru. Mengingat kebutuhan yang terbatas terhadap guru baru selama beberapa tahun ke depan, tidak jelas bagaimana besarnya jumlah guru baru yang memenuhi syarat ini akan memasuki jajaran tenaga guru saat ini. Dengan memperkenalkan proses seleksi kuota kompetitif, penghematan besar bisa terjadi. • Dampak terhadap belanja publik: kebutuhan untuk membatasi biaya yang tidak berkelanjutan dan melakukan penghematan Reformasi untuk meningkatkan kualitas guru telah memberikan tekanan besar pada anggaran pendidikan. Khususnya tunjangan profesi yang dibayarkan kepada guru yang telah disertifikasi secara efektif melipatgandakan gaji pokok mereka. Dengan hampir 3 juta guru yang saat ini mengajar di SD dan SMP di seluruh Indonesia, sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program sertifikasi secara menyeluruh sangat besar. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 33 Peningkatan pengeluaran anggaran pendidikan yang paling pesat telah terjadi sejak diperkenalkannya program sertifikasi. Antara tahun 2001 dan 2009, grafik di atas menunjukkan bahwa belanja pemerintah untuk pendidikan meningkat sebesar 120 persen secara nyata. Proporsi yang signifikan dari peningkatan investasi publik di bidang pendidikan telah dicurahkan untuk mempekerjakan lebih banyak guru dan meningkatkan gaji mereka melalui program sertifikasi. Antara tahun 2006 dan 2010, sebanyak 450.000 guru direkrut, dan pada tahun 2010 sekitar 30 persen dari semua guru telah disertifikasi. Mensertifikasi guru yang belum disertfikasi sebanyak 1,7 juta orang (70 persen dari jumlah seluruh guru) pada tahun 2015 akan berdampak sangat besar pada anggaran. Sertifikasi yang dilakukan terhadap semua guru SD dan SMP yang layak pada tahun 2015 akan menyerap sekitar 41 persen dari jumlah keseluruhan anggaran pendidikan pada tahun 2015 dibandingkan dengan 32 persen pada 2012. Peningkatan belanja ini akan memerlukan penghematan di tingkat pendidikan lainnya, dan dapat membatasi investasi di bidang lain yang penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pendidikan pra-jabatan, dan pengembangan profesi yang berkelanjutan. Hal ini juga dapat mengancam tujuan pemerintah lainnya di sektor pendidikan, seperti perluasan program pendidikan anak usia dini, dan pengenalan wajib belajar di tingkat SMA selama tiga tahun. Pemerintah perlu membatasi pengeluaran yang tidak berkelanjutan. Misalnya, rencana untuk menjadikan semua guru pegawai negeri sipil akan berarti bahwa 89 persen dari jumlah keseluruhan anggaran pendidikan pada tahun 2015 akan perlu dikhususkan untuk pendidikan dasar, dan mengingat komitmen di luar pendidikan dasar, tingkat pengeluaran seperti ini benar-benar tidak masuk akal. Kebijakan baru untuk memastikan pemanfaatan guru yang lebih efisien dan meningkatkan rasio siswa-guru berpegang pada harapan untuk mengurangi dampak sertifikasi pada anggaran. Penghematan besar juga dapat diwujudkan dengan menaikkan rasio siswa-guru. • Dampak terhadap efisiensi pemanfaatan guru: terlalu banyak guru, penyebarannya tidak merata Secara keseluruhan, Indonesia terus memiliki beberapa rasio siswa-guru terendah di dunia (lihat Gambar 11). Sejak diperkenalkannya Undang-Undang Guru dan Dosen, jumlah guru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat daripada pertumbuhan populasi siswa di SD, dan rasio siswa-guru terus menurun. Di tingkat SMP, rasio siswa-guru telah meningkat sejak diperkenalkannya reformasi guru yang mungkin sebagian besar disebabkan oleh pesatnya ekspansi partisipasi guru di subsektor ini. Reformasi Guru di Indonesia 34 Ringkasan Eksekutif Gambar 11: Rasio siswa-guru pada pendidikan dasar, di beberapa negara Asia Timur dan Pasifik, 2010 a. Sekolah Dasar Kamboja Negara berpendapatan rendah Filipina Negara berpendapatan menengah ke bawah Timor-Leste Samoa Mongolia Laos Myanmar Dunia Negara berpendapatan menengah Vanuatu Rep. Korea Vietnam Negara berpendapatan menengah ke atas Asia Timur dan Pasi k (negara maju saja) Asia Timur dan Pasi k (semua tingkatan pendapatan) Jepang Singapura China Makao, China Indonesia Hong Kong, China Negara berpendapatan tinggi Selandia Baru Malaysia Brunai Darussalam 0 20 40 60 Jumlah rata-rata siswa per guru b. Sekolah Menengah Pertama Myanmar Negara berpendapatan rendah Timor-Leste Negara berpendapatan menengah ke bawah Samoa Kamboja Thailand Middle-income Rep. Korea Dunia Vietnam Makao, China Negara berpendapatan menengah ke atas Asia Timur dan Pasi k (negara maju saja) Asia Timur dan Pasi k (semua tingkatan pendapatan) Singapura Selandia Baru China Jepang Indonesia Negara berpendapatan tinggi 0 10 20 30 40 Average number of students per teacher Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 35 Perkiraan jumlah tenaga pengajar yang dibutuhkan untuk memenuhi standar kepegawaian yang baru menunjukkan bahwa saat ini jumlah guru dalam sistem terlalu banyak. Membandingkan tingkat kepegawaian yang ada dengan standar untuk rasio siswa-guru yang dijelaskan dalam keputusan bersama yang terbaru tentang manajemen guru menunjukkan bahwa ada kelebihan sekitar 100.000 guru SD yang setara dengan 7 persen dari jumlah tenaga pengajar saat ini. Di tingkat SMP ada sekitar kelebihan 30.000 guru yang setara dengan 6 persen dari jumlah tenaga pengajar. Meskipun kebijakan baru, seperti 24 periode jam yang menjamin bahwa semua guru memiliki beban mengajar minimum yang lebih tinggi, jumlah guru dalam sistem masih terlalu besar. Selain itu, distribusi guru yang tidak merata berarti bahwa banyak sekolah yang masih kekurangan guru. Standar kepegawaian untuk sekolah kecil (sebagian besar berada di perdesaan dan daerah terpencil) merupakan kontributor utama terhadap rendahnya rasio siswa-guru di tingkat SD dan SMP. Sekitar sepertiga dari sekolah dasar yang ada di Indonesia memiliki kurang dari 120 siswa. Berdasarkan aturan kepegawaian yang berlaku saat ini, sekolah kecil pun berhak atas satu guru untuk setiap enam kelas, ditambah guru olah raga dan guru agama serta kepala sekolah. Sebuah sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 120 orang dan dengan sembilan guru memiliki rasio siswa-guru sebesar 14-1. Banyak sekolah yang memiliki jumlah siswa yang lebih sedikit namun memiliki jumlah tenaga pengajar yang sama. Menyediakan jumlah tenaga pengajar sebanyak ini untuk sekolah kecil jelas berdampak pada penurunan rasio nasional siswa-guru dan efisiensi keseluruhan sistem pendidikan. Meningkatkan efisiensi guru melalui peningkatan kapasitas sekolah dapat memberikan keuntungan nasional yang signifikan. Pemanfaatan guru untuk mengajar di beberapa tingkat kelas juga akan membantu menurunkan jumlah guru. Strategi ini telah diterapkan secara sangat terbatas sampai saat ini. • Dampak terhadap komposisi tenaga pengajar Meskipun jumlah guru PNS relatif tidak berubah sejak tahun 2006, peningkatan jumlah guru yang dikontrak oleh sekolah di daerah telah terjadi secara besar- besaran dan tidak terkendali. Misalnya, antara tahun 2006 dan 2010, jumlah guru kontrak di tingkat sekolah dasar meningkat dari 175.000 menjadi 475.000 orang, dan sekarang jumlahnya hampir mencapai 30 persen dari semua guru sekolah dasar. Program Bantuan Operasional Sekolah yang diperkenalkan pada tahun 2005 yang menyediakan dana untuk dimanfaatkan oleh sekolah telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan ini. Guru-guru yang dikontrak oleh sekolah ini tidak diatur oleh peraturan yang ada tentang kualifikasi dan pengalaman yang harus dipenuhi untuk menjadi pegawai negeri sipil. Selain itu gaji mereka jauh lebih rendah. Peningkatan pemanfaatan guru kontrak mengalahkan setiap upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mewujudkan tenaga pengajar yang lebih efisien, dan memberikan kontribusi terhadap distribusi yang buruk dan kelebihan jumlah pegawai dalam sistem. Sekolah Reformasi Guru di Indonesia 36 Ringkasan Eksekutif mengontrak guru-guru ini dengan berbagai alasan, antara lain kurangnya guru dengan keahlian yang sesuai, atau untuk menutupi kekosongan guru lain dalam jangka panjang, atau karena kekurangan jumlah guru PNS yang disediakan oleh dinas pendidikan kabupaten. Dalam beberapa kasus, guru-guru kontrak tersebut mungkin membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pekerjaan, dan dalam beberapa kasus lainnya mungkin berupa imbalan untuk bantuan politik dengan tujuan serupa. Ketika uang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai guru, kandidat yang hanya memiliki kualifikasi terbaik jarang mendapatkan pekerjaan. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya kualitas keseluruhan tenaga pengajar nasional, dan mengurangi beberapa manfaat sertifikasi.. • Dampak terhadap distribusi tenaga pengajar Kelemahan dalam distribusi guru menghasilkan lingkungan belajar yang sangat berbeda untuk anak-anak di daerah yang berbeda. Sebagai contoh, di banyak negara anak-anak di daerah terpencil dan berasal dari rumah tangga miskin dirugikan karena memiliki tenaga pengajar dengan kualitas dan pengalaman yang kurang memadai dibandingkan dengan sekolah di daerah yang lebih makmur. Penyebaran guru di seluruh sekolah di Indonesia tidak merata dan belum membaik secara signifikan sebagai akibat dari upaya reformasi selama 10 tahun terakhir. Skala redistribusi yang besar diperlukan untuk mengalokasikan guru secara lebih merata. Jika pemerintah daerah mendistribusikan kembali guru-guru yang ada untuk memenuhi standar terbaru, sekitar 343.000 guru SD dan SMP (17 persen dari jumlah seluruh tenaga kerja) akan perlu dipindahkan (Gambar 12). Sebagian besar redistribusi ini akan melibatkan kepindahan guru dalam kabupaten yang sama. Perpindahan guru cenderung dilakukan secara informal dan untuk tujuan tertentu, serta bergantung pada setiap individu guru untuk mengidentifikasi lowongan kerja di satu kabupaten atau sekolah, dan setiap kabupaten yang sejak awal setuju dengan perpindahan ini. Mekanisme yang ada yang mengatur pemindahan lintas batas saat ini tidak mampu memenuhi skala transfer yang dibutuhkan untuk memperbaiki distribusi guru. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 37 Gambar 12: Pendistribusian ulang guru yang diperlukan untuk memenuhi standar kepegawaian di tingkat SD dan SMP di Indonesia, 2010. 180,000 160,000 140,000 120,000 Jumlah guru 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 SD SMP Jumlah guru yang harus dipindahkan dalam kabupaten Jumlah guru yang harus dipindahkan antar kabupaten dalam provinsi yang sama Jumlah guru yang harus dipindahkan antar provinsi Tunjangan guru di daerah terpencil yang diperkenalkan dalam Undang- Undang Guru dan Dosen mendorong sejumlah guru untuk mengajar di daerah terpencil, dan meningkatkan motivasi mereka. Pada tahun 2012, sekitar 53.000 guru menerima tunjangan ini. Namun, banyak guru yang saat ini menerima tunjangan tersebut sudah bekerja di daerah terpencil. Walaupun cakupan tunjangan ini terbatas, terdapat bukti bahwa tingkat ketidakhadiran guru-guru di beberapa kabupaten rendah. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa insentif yang diperkenalkan sebagai bagian dari Undang-Undang Guru dan Dosen perlu diperkuat untuk memaksimalkan dampaknya terhadap distribusi guru. Merekrut guru dari masyarakat lokal juga dapat menjadi strategi yang efektif untuk memperbaiki distribusi guru. Program serupa yang diperkenalkan oleh pemerintah pusat juga mendukung pengembangan profesi guru di daerah terpencil. Inisiatif ini memberikan strategi alternatif terhadap pemberian insentif bagi guru agar mereka bersedia dipindahkan ke daerah-daerah terpencil. Keseluruhan Pendidikan sangat penting bagi rencana ambisius Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Jika rencana ini akan diwujudkan, sistem pendidikan perlu menyediakan akses yang lebih luas terhadap peluang untuk mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kualitas akses yang ada. Pemerintah telah mengisyaratkan komitmennya untuk mencapai Reformasi Guru di Indonesia 38 Ringkasan Eksekutif tujuan ini dengan mengalokasikan 20 persen dari anggaran nasional untuk pendidikan. Namun, beberapa hal yang tidak efisien secara signifikan tetap ada, dan apabila dibiarkan, mungkin akan membatasi perbaikan kualitas dan akses terhadap pendidikan di masa depan. Kelebihan jumlah guru dan rasio siswa-guru yang sangat rendah yang dihasilkan merupakan penentu utama terjadinya hal-hal yang tidak efisien. Menangani hal ini melalui perbaikan manajemen guru sangat penting apabila tujuan nasional untuk pendidikan dan percepatan pertumbuhan ekonomi ingin dicapai. Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 39 8. Kesimpulan dan Rekomendasi Publikasi ini telah mendokumentasikan reformasi pendidikan yang baru-baru ini terjadi di Indonesia yang sebagian besar didorong oleh Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005. Undang-Undang ini mulai memiliki pengaruh yang mendalam terhadap manajemen guru. Secara khusus, interaksi dalam proses reformasi antara konteks politik dan pembuatan kebijakan berbasis bukti memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi negara-negara lain yang berada pada tahap pembangunan yang sama. Salah satu hikmah yang utama adalah bahwa reformasi guru merupakan proses jangka panjang dan berulang-ulang, dan kompromi yang sesuai dengan konteks politik dan ekonomi pada waktu-waktu tertentu seringkali perlu dilakukan. Namun demikian, dengan dukungan bukti-bukti empiris dan komitmen pemerintah yang diperbarui, modifikasi yang diperlukan bagi strategi reformasi dapat dibuat untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur relevan dengan konteks, dan dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Penyesuaian tersebut seperti dalam kasus Indonesia, dapat melalui perjalanan panjang untuk sampai pada pelaksanaan setiap tujuan awal reformasi yang lebih realistis dan efektif. Faktor ekonomi politik Dengan berbagai alasan yang berkaitan dengan ekonomi politik saat itu, proses sertifikasi yang terpilih dan kenaikan pendapatan guru dua kali lipat yang diakibatkannya belum mewujudkan semua hal yang diharapkan dari segi perbaikan pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas. Sertifikasi ditujukan agar didasarkan pada kualifikasi akademis minimum (gelar sarjana strata satu), penguasaan mata pelajaran serta pedagogis guru, dan hasilnya diterjemahkan ke dalam perbaikan perilaku guru dan hasil belajar siswa. Logika proses ini menjadi terdistorsi dalam beberapa cara: • Seleksi guru pada putaran awal sertifikasi sebagian besar didasarkan pada senioritas alih-alih prestasi, dan dengan demikian memberikan preferensi, baik kepada mereka yang sudah memiliki gelar sarjana selama bertahun-tahun atau kepada kohort guru yang sudah mengajar selama perluasan sistem ini berlang- sung pada tahun 1970-an dan 1980-an, yang memiliki kualifikasi akademis dan motivasi yang rendah, serta pelatihan yang sedikit (baik pada saat itu mau- pun sesudahnya). Mereka tidak memerlukan gelar sarjana, karena usia dan senioritas mereka, atau mendapatkan gelar sarjana secara bertahap. Oleh sebab itu, banyak guru yang mengikuti proses sertifikasi meskipun hanya memiliki penguasaan yang rendah atas kompetensi yang diperlukan. Sampai batas ter- tentu pula antrian guru yang ingin mengikuti sertifikasi juga dipengaruhi oleh favoritisme politik dan pribadi, atau uang; • Banyak guru senior yang memulai karier di era ketika akuntabilitas dan loyali- tas kepada pemerintah pusat dan keanggotaan di korps pegawai negeri sipil Reformasi Guru di Indonesia 40 Ringkasan Eksekutif merupakan ciri keunggulan profesi pengajaran. Lingkungan birokrasi seperti ini dan budaya sekolah yang terancam membuat mereka tidak mampu atau tidak memiliki keinginan untuk mejadi agen perubahan; • Metode awal yang digunakan untuk mengukur kompetensi, yaitu portofolio, tidak mampu menunjukkan pengetahuan guru tentang mata pelajaran atau keterampilan pedagogis mereka. Portofolio guru seringkali dibuat dengan cara yang meragukan, dan evaluasi terhadap portofolio ini agak tidak konsisten, sehingga portofolio guru tidak mampu memastikan bahwa kompetensi yang diperlukan pada kenyataannya sudah dikuasai; • Tindakan untuk memperbaiki portofolio yang gagal (pelatihan selama 90 jam) memang membantu, namun, mengingat pendeknya waktu, dan fakta bahwa tindakan ini sebagian besar telah distandarkan untuk semua guru alih-alih responsif terhadap kebutuhan individu, tidak dapat menggantikan rendahnya tingkat kompetensi guru yang berpartisipasi. Hasilnya adalah kualitas proses sertifikasi secara keseluruhan tidak sebaik seperti yang diusulkan pada awalnya (yaitu tes penguasaan pengetahuan mata pelajaran, dan observasi pengajaran di dalam kelas yang berhasil). Sehingga bukti perbedaan kompetensi antara guru yang bersertifikat dan yang tidak bersertifikat, serta dampaknya terhadap hasil belajar siswa menjadi kabur. Jadi ukuran untuk mendapatkan kenaikan gaji harus ditetapkan pada batas tertentu untuk memastikan bahwa guru bersertifikat telah mencapai kompetensi yang diperlukan untuk memberikan kualitas pengajaran yang baik, dan bahwa guru yang berkinerja rendah tidak lagi bertahan pada profesi ini. Hasil seperti ini membutuhkan politisi dan pembuat kebijakan senior yang dapat bersikap tegas dalam mendukung upaya kementerian pendidikan untuk menegakkan standar yang lebih tinggi, melaksanakan penilaian kompetensi yang efektif, serta memindahkan atau memberhentikan guru yang terus memiliki kinerja di bawah tingkat kompetensi yang disyaratkan. Konteks reformasi Indonesia Proses reformasi pendidikan di Indonesia masih harus menempuh jalan yang panjang. Pengkajian dampak sertifikasi guru menunjukkan sejumlah hasil yang mengecewakan. Masih ada sejumlah besar guru yang bersertifikat maupun yang tidak bersertifikat yang belum memenuhi kompetensi standar. Namun demikian perlu diingat bahwa sejumlah besar guru masih harus mengikuti proses sertifikasi, dan bahwa proses itu sendiri telah disempurnakan dan memasukkan unsur yang lebih besar terkait dengan ujian kompetensi dan perbaikan. Selain itu, ada banyak unsur yang terkandung dalam kerangka konseptual untuk reformasi guru yang masih menunggu untuk dilaksanakan secara penuh. Ini merupakan inti program reformasi dengan siklus penuh yang dimulai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005 – Undang-Undang ini mengawali suatu program perbaikan berkelanjutan dalam siklus pengajaran yang berkualitas. Program reformasi yang komprehensif ini, dan dorongan tanpa henti untuk menyempurnakan dan Reformasi Guru di Indonesia Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan 41 memperbaiki unsur-unsur program yang sedang berjalan tentunya akan membantu anak-anak Indonesia dengan baik menuju masa depan. Pemerintah Indonesia yang baru perlu menerima tantangan yang sama dan melanjutkan program perbaikan ini. Mengingat bahwa proses reformasi masih harus melalui jalan yang panjang, berikut ini adalah rekomendasi khusus yang diberikan: Untuk guru baru • Memastikan bahwa mahasiswa calon guru di semua lembaga pendidikan guru dikaitkan dengan perkiraan jumlah guru (berdasarkan tingkat pendidikan dan mata pelajaran) yang dibutuhkan oleh sistem ketika setiap kohort lulus; • Memastikan bahwa pengangkatan guru baru didasarkan pada prestasi. Kredibilitas kementerian pendidikan tidak akan berarti apa-apa jika lulusan lembaga pendidikan guru yang pandai dan memiliki motivasi yang baik memi- liki peluang yang kecil untuk mendapatkan pekerjaan mengajar; • Memastikan bahwa kompetensi dasar dalam hal materi pelajaran dan pedagogi mendasari semua aspek program pendidikan pra-jabatan; • Mengharuskan lulusan program pra-jabatan lulus uji kompetensi yang diwajib- kan untuk memperoleh sertifikasi pada tingkat yang sesuai. Kredibilitas kementerian pendidikan akan dipertaruhkan jika sebagian dari mereka yang lulus tes hanya mencatat skor 50 persen; • Memastikan bahwa induksi yang sesuai, pendampingan, dan proses percobaan diterapkan di tingkat sekolah berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan, dan diawasi oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah, sehingga sertifikasi akhir didasarkan pada catatan akademis calon guru dan kinerja mereka di dalam kelas; Untuk guru yang belum bersertifikat • Memantau: (a) metode yang digunakan untuk guru yang belum bersertifikat untuk mengajukan permohonan melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana strata satu, (b) kualitas program sarjana strata satu untuk memastikan bahwa program ini didasarkan pada kompetensi yang penting bagi materi pelajaran dan pedagogi; dan (c) pemberian gelar pada nilai kelulusan yang sesuai; • Menyelenggarakan pelatihan pra-jabatan yang terstruktur dan dipantau dengan baik, yang berfokus pada kebutuhan kelas, khususnya penguasaan mata pelajaran dan teknik pedagogis; Untuk guru bersertifikat • Melaksanakan berbagai penjaminan kualitas dan mekanisme pengembangan profesi yang berkelanjutan sesegera mungkin untuk lebih memperbaiki Reformasi Guru di Indonesia 42 Ringkasan Eksekutif kompetensi dan profesionalisme guru bersertifikat, termasuk kelompok kerja guru, kepala sekolah dan pengawas yang mampu dan bersedia memantau serta memperbaiki kinerja guru bersertifikat, dan penilaian kinerja guru terkait dengan kemajuan karier; • Mendorong atau memberi kuasa terhadap pengeluaran untuk tunjangan pro- fesi guru dalam persentase tertentu untuk melanjutkan kegiatan pengembang- an profesional; • Menetapkan sistem untuk memastikan bahwa semua guru menguasai kompe- tensi yang dibutuhkan pada tingkat prestasi yang lebih tinggi sepanjang karier mereka. Contohnya, mewajibkan semacam sertifikasi ulang atau melakukan verifikasi terhadap sertifikasi setiap lima tahun; • Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk guru berkinerja buruk, antara lain: (a) memberikan dukungan tambahan, pengawasan, serta pelatihan, dan jika mereka gagal menanggapinya, (b) lakukan pemindahan atau pemberhentian. Guru sebagai seorang profesional Tujuan unsur-unsur dalam siklus pengajaran berkualitas adalah untuk mengidentifikasi dan membina guru-guru yang memiliki komitmen kuat terhadap profesinya dan motivasi diri dalam pekerjaan mereka. Reformasi komprehensif and mahal dalam manajemen dan pengembangan guru yang sedang berjalan saat ini tidak akan bekerja tanpa motivasi yang tulus menjadi guru yang baik. Guru akan mengubah perilakunya jika mereka memiliki komitmen yang cukup, jika mereka memiliki model peran dan pendamping yang berinteraksi secara positif dengan mereka, dan jika mereka memiliki keterampilan dan kapasitas untuk mempraktikkan perilaku yang baru, dan jika sistem penguatan, seperti pengukuran kinerja, konsisten. Seluruh reformasi sekolah bekerja dengan maksimal ketika sekolah itu sendiri merupakan sebuah komunitas belajar. Di sini reformasi yang diterapkan akan memfasilitasi pengembangan budaya perbaikan profesi yang berkelanjutan bagi semua guru. Setiap sekolah dapat menjadi komunitas belajar apabila siswa, guru dan masyarakat luas bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama demi kepentingan anak-anak. Kelompok kerja guru berbasis gugus di Indonesia, dengan masukan tentang pengembangan profesi yang baik merupakan kendaraan yang sangat baik untuk peningkatan kualitas guru dan dapat menjadi komunitas belajar alami untuk kemajuan pendidikan. Pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang Guru dan Dosen, telah melakukan tugas yang sangat besar dan rumit yang pada dasarnya berupaya untuk menciptakan kembali profesionalisme suatu pekerjaan yang telah kehilangan profesionalismenya. Keberhasilan pelaksanaan tugas ini akan menempuh jalan panjang untuk menentukan tanggapan Indonesia terhadap tantangan nasional dan global yang dihadapinya pada abad baru. Reformasi Guru di Indonesia